Langsung ke konten utama

Keesaan Allah Ta'ala dalam Surat Al-Ikhlas Ayat 1




Berbicara tentang macam-macam keesaan Allah mengantarkan kita untuk memahami paling tidak surat Al-Ikhlas, sedikitnya tentang ayatnya yang pertama : Katakanlah! Dia Allah Yang Maha Esa.

Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" mengatakan berbicara tentang macam-macam keesaan Allah mengantarkan kita untuk memahami paling tidak surat Al-Ikhlas , sedikitnya tentang ayatnya yang pertama :

 "Katakanlah! Dia Allah Yang Maha Esa." 

Pembatas Surat Al-Ikhlas Abu As-Su'ud, salah seorang pakar tafsir dan tasawuf menulis dalam tafsirnya, bahwa Al-Qur'an menempatkan kata huwa untuk menunjuk kepada Allah, padahal sebelumnya tidak pernah disebut dalam susunan redaksi ayat ini kata yang menunjuk kepada-Nya.

Ini, menurutnya, untuk memberi kesan bahwa Dia Yang Mahakuasa itu, sedemikian terkenal dan nyata, sehingga hadir dalam benak setiap orang dan hanya kepada-Nya selalu tertuju segala isyarat. 

Quraish Shihab menjelaskan Ahad yang diterjemahkan dengan kata Esa terambil dari akar kata wahdat yang berarti "kesatuan," seperti juga kata wahid yang berarti "satu."

Kata ini sekali berkedudukan sebagai nama, dan sekali sebagai sifat bagi sesuatu. 

Apabila ia berkedudukan sebagai sifat, maka ia hanya digunakan untuk Allah SWT semata. 

Dalam ayat di atas, kata Ahad berfungsi sebagai sifat Allah SWT, dalam arti bahwa Allah memiliki sifat-sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya. 

Dari segi bahasa, kata Quraish Shihab, kata Ahad walaupun berakar sama dengan Wahid, tetapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri.

 "Kata Ahad hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik dalam benak apalagi dalam kenyataan, karena itu kata ini -ketika berfungsi sebagai sifat- tidak termasuk dalam rentetan bilangan, berbeda halnya dengan wahid (satu);

Anda dapat menambahnya sehingga menjadi dua, tiga, dan seterusnya, walaupun penambahan itu hanya dalam benak pengucap atau pendengarnya," jelasnya. 

 Dianjurkan Membaca Surat Al Ikhlas Quraish Shihab mengatakan berbicara tentang angka -dalam kaitannya dengan bahasan tauhid- agaknya menarik untuk dihayati bahwa kata "Ahad" terulang di dalam Al-Quran sebanyak 85 kali, namun hanya sekali yang menjadi sifat Tuhan yakni firman-Nya dalam surat Al-Ikhlas, "Qul Huwa Allahu Ahad." 

Seakan-akan Allah bermaksud untuk menekankan keyakinan tauhid, bukan saja dalam maknanya, tetapi juga dalam bilangan pengulangan lafalnya, serta kandungan lafal itu. 

Ini menggambarkan kemurnian mutlak dalam keesaan. 

Bukankah kata Wahid yang berarti "satu," dapat berbilang unsurnya, berbeda dengan kata Ahad yang mutlak tidak berbilang, walau hanya sekadar unsurnya?

Benar! Allah terkadang juga disifati dengan kata Wahid seperti antara lain dalam firman-Nya :

 "Tuhan-Mu adalah Tuhan yang Wahid, tiada Tuhan selain Dia, Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang" ( QS Al-Baqarah [2] : 163) Sementara ulama berpendapat bahwa kata Wahid dalam ayat di atas, menunjuk kepada keesaan Zat-Nya disertai dengan keragaman sifat-sifat-Nya, bukankah Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan sebagainya, sedangkan kata Ahad dalam surat Al-Ikhlas itu, mengacu kepada keesaan Zat-Nya saja, tanpa memperlihatkan keragaman sifat-sifat tersebut.

Inilah Sebab Diturunkannya Surat Al-Ikhlas Berikut Manfaatnya Tiga Hal Dalam Tafsir Kementerian Agama juga dijelaskan bahwa pada Surat Al-Ikhlas ayat 1 ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menjawab pertanyaan orang-orang yang menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa, tidak tersusun dan tidak berbilang, karena berbilang dalam susunan zat berarti bahwa bagian kumpulan itu memerlukan bagian yang lain, sedang Allah sama sekali tidak memerlukan suatu apa pun. 

Keesaan Allah itu meliputi tiga hal: Dia Maha Esa pada Zat-Nya, Maha Esa pada sifat-Nya dan Maha Esa pada perbuatan-Nya.

Maha Esa pada zat-Nya berarti zat-Nya tidak tersusun dari beberapa zat atau bagian. 

Maha Esa pada sifat-Nya berarti tidak ada satu sifat makhluk pun yang menyamai-Nya dan Maha Esa pada perbuatan-Nya berarti Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai dengan firman-Nya : 

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. ( QS Yasin /36 : 82) 

Baca juga: Fadhilah Membaca Surat Al-Ikhlas 10 Kali Setelah Sholat Subuh 

قُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ يَغُـضُّوۡا مِنۡ اَبۡصَارِهِمۡ وَيَحۡفَظُوۡا فُرُوۡجَهُمۡ‌ ؕ ذٰ لِكَ اَزۡكٰى لَهُمۡ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا يَصۡنَـعُوۡنَ 

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. 

Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. 
(QS. An-Nur Ayat 30) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat: Menyelami Fitrah Kemanusiaan KitaKhutbah I

Khutbah I الحمدُ لِلّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْم العَزِيْزِ الحَكِيْمِ الَّذِيْ فَطَرَنَا بِاقْتِدَارِهِ، وَطَوَّرَنَا بِاخْتِيَارِهِ، وَرَتَّبَ صُوَرَنا فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَمَنَّ عَلَيْنَا بِالعَقْلِ السَّلِيْمِ ، وَهَدَانَا إِلى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ Ada perilaku yang sudah mentrad...

8 Keutamaan Sifat Tawadhu Bagi Muslimah, Nomor Terakhir Jalan Menuju Kemuliaan..

Tawadhu atau sifat rendah hati yang dimiliki seorang muslimah merupakan sebuah akhlak dalam Islam yang tergolong ke dalam akhlak terpuji. Foto ilustrasi/ist Tawadhu   atau sifat rendah hati yang dimiliki seorang muslimah merupakan sebuah akhlak dalam Islam yang tergolong ke dalam akhlak terpuji.  Tawadhu   dalam Islam berarti seseorang menempatkan dirinya lebih rendah di hadapan Allah dan hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta'ala. Firman Allah Ta’ala : وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman “.(QS Asy-Syu'ra : 215) Kita ketahui, bahwa segala perkara yang ada dalam Islam pasti memiliki keutamaan dan keburukan bagi yang melakukannya, dan dalam perkara rendah hati, seseorang yang melakukan atau memiliki  sikap rendah hati   akan mendapatkan beberapa keutamaan dari sikap rendah hati ini. Baca juga:  Inilah Ciri-ciri Pribadi Muslimah yang Tawadhu   ...

Keutamaan Ilmu dan Ulama dalam Hadits

Ustadz Yachya Yusliha Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menyebutkan keutamaan Al-Qur’an, ilmu dan ulama pada bab tersendiri.  Al-Ghazali mengutip beberapa hadits yang menerangkan keutamaan ilmu dan ulama pada bab ini dari sejumlah perawi hadits Al-Ghazali mengatakan, banyak hadits menerangkan keutamaan ilmu dan ulama.  (Imam Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2019 M/1440 H], halaman 277).   1. Orang alim merupakan orang yang dikehendaki sebagai orang baik.  مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ  Artinya, “Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya ia akan diberi pemahaman dalam agama dan diilhami petunjuk-Nya,” (HR At-Thabarani dan Abu Nu’aim).  2. Orang alim merupakan ahli waris para nabi yang mendapatkan derajat mulia.    الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رواه أبو داود والترمذي)  Artinya, “Ulama adalah ahli waris para nabi...