Langsung ke konten utama

Al-Baqarah, ayat 8-9

Al-Baqarah, ayat 8-9
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) }

Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian" padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak sadar.


Nifaq atau munafik ialah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan kejahatan. Sifat munafik itu bermacam-macam, ada yang berkaitan dengan akidah; jenis ini menyebabkan pelakunya kelak di dalam neraka. Ada yang berkaitan dengan perbuatan, jenis ini merupakan salah satu dari dosa besar, rinciannya akan disebutkan pada bagian tersendiri, insya Allah.

Menurut Ibnu Juraij, orang munafik ialah orang yang ucapannya bertentangan dengan perbuatannya, keadaan batinnya bertentangan dengan sikap lahiriahnya, bagian dalamnya bertentangan dengan bagian luarnya, dan penampilannya bertentangan dengan kepribadiannya.

Sesungguhnya sifat orang munafik diterangkan di dalam surat-surat Madaniyah, karena di Mekah tidak ada sifat munafik, bahkan kebalikannya. Di antara orang-orang dalam periode Mekah ada yang menampakkan kekufuran karena terpaksa, padahal batinnya adalah orang mukmin tulen. Ketika Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, padanya telah ada kaum Ansar yang terdiri atas kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Dahulu di masa Jahiliah, mereka termasuk penyembah berhala sebagaimana kebiasaan kaum musyrik Arab. Di Madinah terdapat orang-orang Yahudi dari kalangan ahli kitab yang memeluk agama menurut nenek moyang mereka.

Orang-orang Yahudi Madinah terdiri atas tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa' (teman sepakta kabilah Khazraj), Bani Nadir, dan Bani Quraizah (teman sepakta kabilah Aus).

Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tiba di Madinah dan orang-orang Ansar dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj telah masuk Islam, tetapi sedikit sekali dari kalangan orang-orang Yahudi yang masuk Islam, bahkan hanya satu orang, yaitu Abdullah ibnu Salam Radhiyallahu Anhu Pada saat itu (periode pertama Madinah) masih belum terdapat nifaq, mengingat kaum muslim masih belum mempunyai kekuatan yang berpengaruh, bahkan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam hidup rukun bersama orang-orang Yahudi dan kabilah-kabilah Arab yang berada di sekitar kota Madinah, hingga terjadi Perang Badar Besar, dan-Allah memenangkan kalimah-Nya dan memberikan kejayaan kepada Islam serta para pemeluknya.

Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul adalah seorang pemimpin di Madinah, berasal dari kabilah Khazraj. Dia adalah pemimpin kedua kabilah di masa Jahiliah, mereka bertekad akan menjadikannya sebagai raja mereka. Kemudian datanglah kebaikan (agama Islam) kepada mereka, dan mereka semua masuk Islam, menyibukkan dirinya dengan urusan Islam, sedangkan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul tetap pada pendiriannya seraya memperhatikan perkembangannya Islam dan para pemeluknya. Akan tetapi, ketika terjadi Perang Badar (dan kaum muslim beroleh kemenangan), dia berkata, "Ini merupakan suatu perkara yang benar-benar telah mengarah (kepada kekuasaan)." Akhirnya dia menampakkan lahiriahnya masuk Islam, dan sikapnya ini diikuti oleh orang-orang yang mendukungnya, juga oleh orang lain dari kalangan ahli kitab.

Sejak itulah muncul nifaq (kemunafikan) di kalangan sebagian penduduk Madinah dan orang-orang Badui yang berada di sekitar kota Madinah. Adapun kaum Muhajirin, tidak ada seorang munafik pun di kalangan mereka karena tiada seorang pun yang berhijrah karena dipaksa, bahkan setiap Muhajirin berhijrah meninggalkan harta benda dan anak-anaknya karena mengharapkan pahala di sisi Allah kelak di hari kemudian.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian" padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 8) Yang dimaksud adalah orang-orang munafik dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj serta orang-orang yang mengikuti mereka. Hal yang sama ditafsirkan oleh Abul Aliyah, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi, yaitu "mereka adalah orang-orang munafik dari kabilah Aus dan kabilah Khazraj".

Melalui ayat ini Allah memperingatkan kaum mukmin agar jangan terbujuk oleh lahiriah sikap mereka, yaitu dengan menerangkan sifat-sifat dan ciri khas orang-orang munafik, karena hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya kerusakan yang luas sebagai akibat tidak bersikap waspada terhadap mereka; dan sebagai akibat meyakini keimanan mereka, padahal kenyataannya mereka adalah orang-orang kafir.

Hal ini merupakan larangan besar, yaitu menduga baik pada orang-orang yang ahli dalam kemaksiatan. Untuk itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala. berfirman: Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 8)

Dengan kata lain, mereka katakan hal tersebut hanya dengan lisannya saja, padahal di balik itu tiada satu iman pun yang terdapat di hati mereka, sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman-Nya:

إِذا جاءَكَ الْمُنافِقُونَ قالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ

Apabila orang-orang munqfik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya. (Al-Munafiqun: 1)

Dengan kata lain, sesungguhnya mereka mengatakan demikian bila datang kepadamu saja, padahal kenyataannya tidak demikian. Karena itu, mereka mengukuhkan kesaksiannya dengan inna dan lam taukid pada khabar-nya. Mereka mengukuhkan perkataannya pula, seperti yang disitir oleh firman-Nya, "Mereka mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian'," padahal kenyataannya tidaklah demikian. Allah mendustakan kesaksian dan kalimat berita mereka, yang hal ini berkaitan dengan akidah mereka, yaitu melalui firman-Nya:

وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنافِقِينَ لَكاذِبُونَ

Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (Al-Munafiqun: 1)

{وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ}

padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 8)

**********

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. mengatakan, "Yukhadi unallaha wal lazina amanu" mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman karena mereka hanya menampakkan keimanannya pada lahiriahnya saja, sedangkan batin mereka memendam kekufuran. Karena kebodohan mereka sendiri, mereka menduga bahwa diri mereka menipu Allah Subhanahu wa Ta'ala. dengan sikap tersebut, dan hal tersebut menghasilkan manfaat di sisi-Nya, dapat mengelabui Allah Subhanahu wa Ta'ala. sebagaimana mereka dapat mengecoh sebagian kalangan kaum mukmin, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلى شَيْءٍ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكاذِبُونَ

(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18)

Karena itulah Allah membantah apa yang mereka yakinkan itu melalui firman-Nya:

وَما يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَما يَشْعُرُونَ

Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-Baqarah: 9)

Dengan kata lain, mereka tidak mengelabui melalui perbuatannya yang demikian itu; tidak pula menipu, melainkan hanya diri mereka sendiri, sedangkan diri mereka tidak merasakan hal itu, sebagaimana yang disebutkan dalam firman lainnya:

إِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142)

Di antara ahli qiraah ada yang membaca wama yakhda'una illa an-fusahum menjadi wama yukhadi' una illa anfusahum yang artinya "tiada lain diplomasi yang mereka lakukan itu melainkan terhadap diri mereka sendiri". Akan tetapi, kedua Qira�ah tersebut mempunyai makna yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, jika ada seseorang mengatakan mengapa orang yang munafik kepada Allah dan kepada kaum mukmin dapat dikatakan sebagai seorang penipu, sedangkan orang yang munafik itu tidak sekali-kali mengatakan apa yang bertentangan dengan batinnya hanyalah karena taqiyyah semata? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa orang-orang Arab menamakan ucapan yang bertentangan dengan hati sebagai sikap taqiyyah untuk menyelamatkan diri dari hal yang ditakutkan dengan nama mukhadi'. Demikian pula halnya dengan orang munafik, dia dinamakan mukhadi' (orang yang menipu) Allah dan orang-orang mukmin dengan mengucapkan kata-kata yang dapat menyelamatkan dirinya dari pembunuhan, penahanan, dan siksaan yang segera, padahal di balik penampilan luarnya dia memendam kebencian. Yang demikian itu adalah salah satu dari sikap orang munafik; sekalipun dia menipu orang-orang mukmin dalam kehidupan di dunia ini, tetapi dia dengan perbuatannya itu sama saja menipu dirinya sendiri. Dikatakan demikian karena perbuatan yang ditampakkannya itu menurutnya dapat memberikan apa yang dicita-citakannya dan kebahagiaan, padahal kenyataannya justru merupakan sumber kejatuhannya dan berakibat siksaan di hari kemudian serta murka Allah dan azab-Nya yang amat pedih tiada bandingannya. Tipuan yang ia lancarkan tersebut diduganya sebagai perbuatan yang baik buat dirinya, padahal sesungguhnya dia berbuat jahat terhadap dirinya sendiri bagi kehidupannya di akhirat nanti, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Tiadalah yang mereka tipu muslihatkan melainkan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak merasakannya."

Ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa orang-orang munafik telah mencelakakan dirinya sendiri karena perbuatan mereka membuat Tuhan murka, yaitu kekufuran, keraguan, dan kedustaan yang mereka lakukan tanpa mereka rasakan dan tanpa mereka ketahui hingga membuat mereka buta dan menetapi perbuatannya itu.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak dalam suratnya yang ditujukan kepadaku, bahwa telah menceritakan kepadanya Zaid ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Saur, dari Ibnu Juraij, sehubungan dengan firman-Nya: Mereka hendak menipu Allah. (Al-Baqarah: 9) Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka menampakkan kalimat tauhid dengan tujuan agar darah dan harta benda selamat, padahal di dalam hati mereka terdapat hal yang bertentangan dengan kalimat tauhid itu.

Sa'id telah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepa-da Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-Baqarah: 8-9) Bahwa ciri khas orang munafik pada umumnya ialah berakhlak rendah, percaya dengan lisan tetapi ingkar dengan hati, dan berbeda dengan perbuatan serta sepak terjangnya; di pagi hari berada dalam satu keadaan, sedangkan di petang harinya dalam keadaan lain; begitu pula kebalikannya, di petang hari dalam satu sikap, sedangkan di pagi harinya bersikap lain; ia terombang-ambing bagaikan perahu yang ditiup angin kencang dan hanya bersikap mengikuti arah angin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Keutamaan Sifat Tawadhu Bagi Muslimah, Nomor Terakhir Jalan Menuju Kemuliaan..

Tawadhu atau sifat rendah hati yang dimiliki seorang muslimah merupakan sebuah akhlak dalam Islam yang tergolong ke dalam akhlak terpuji. Foto ilustrasi/ist Tawadhu   atau sifat rendah hati yang dimiliki seorang muslimah merupakan sebuah akhlak dalam Islam yang tergolong ke dalam akhlak terpuji.  Tawadhu   dalam Islam berarti seseorang menempatkan dirinya lebih rendah di hadapan Allah dan hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta'ala. Firman Allah Ta’ala : وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman “.(QS Asy-Syu'ra : 215) Kita ketahui, bahwa segala perkara yang ada dalam Islam pasti memiliki keutamaan dan keburukan bagi yang melakukannya, dan dalam perkara rendah hati, seseorang yang melakukan atau memiliki  sikap rendah hati   akan mendapatkan beberapa keutamaan dari sikap rendah hati ini. Baca juga:  Inilah Ciri-ciri Pribadi Muslimah yang Tawadhu   Rasulullah Shallallaahu’al

8 Tahap Perjalanan Hidup Setelah Mati, Sejak Malam Pertama di Alam Kubur hingga Lewati Ini

Bandung -  Kematian  bukan menjadi akhir dari segalanya. Sejatinya kematian adalah awal dari mulainya episode di dalam kehidupan. Bukanlah menjadi kemusnahan melainkan suatu pembaharuan serta perpindahan awal hidup sebenarnya. Kehidupan setelah mati menurut Islam, mati merupakan sesuatu yang pasti untuk setiap makhluk yang bernyawa,seperti itulah firman Allah. Kehidupan yang dijalani di dunia ini hanyalah sebuah permainan dan tempat singgah untuk sementara saja. Dalam dunia Islam, kita mempercayai adanya kehidupan setelah mati. Nah, Akan mengulas bagaimana kehidupan setelah mati. Dilansir dari kitab aqidah ialam   berikut  8 tahap kehidupan setelah mati menurut Islam: 1. Alam Barzakh (Alam Kubur) Kehidupan setelah mati menurut islam yang pertama adalah alam kubur. Alam kubur merupakan tempat persinggahan pertama setelah mati. YD1JNI

Pentingnya Makanan Halal dan Thayyib, Begini Penjelasannya

Selasa, 14 Juni 2022  Bagi umat Islam makanan dan minuman tidak hanya harus halal, tetapi harus thayyib atau baik untuk dikonsumsi, sehingga makanan dan minuman tersebut menjadi berkah dan bermanfaat bagi kita. Foto istimewa Dalam Islam, Allah Subhanahu wa ta'ala memerintahkan hamba-hambaNya untuk memilih  makanan halal dan thayyib   (baik dikonsumsi), serta menghindari makanan haram. Selain untuk kebaikan, menghindari makanan haram merupakan bukti keimanan ketakwaan hamba kepada Penciptanya.  Allah Ta'ala berfirman; وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” (QS Al Maidah-88) Baca juga:  Semua Makanan Pada Asalnya Halal, Makanan Haram Hanya 4? Makan dan minum yang halal   akan memberikan manfaat bagi tubuh manusia. Selain itu, makan dan minum yang halal akan m