Langsung ke konten utama

3 Hadis Palsu tentang Haji dan Ziarah ke Makam Rasulullah SA






Syaikh Al-Albani menyebut setidaknya ada 3 hadis palsu tentang haji dan ziarah kubur.

 Muhammad Nashruddin al-Albani menyampaikan banyak hadis palsu termasuk hadis tentang haji dan ziarah ke makam Rasulullah SAW . 

Salah satu hadis tersebut adalah kalimat yang berbunyi:

 "Barangsiapa menunaikan ibadah haji tetapi tidak menziarahi kuburku berarti ia telah menjauhiku." "Ini hadis maudhu'," ujar Syaikh Al-Albani dalam kitabnya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" dan telah diterjemahkan AM Basamalah menjadi "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'".. 

Baca juga: 

4 Hadis Palsu tentang Dunia Menurut Syaikh Al-Albani Hal yang sama juga telah ditegaskan oleh adz-Dzahabi dalam kitab al-Mizan III/237, juga oleh ash-Shaghani dalam kitab al-Ahadits al-Maudhu'iyyah halaman 46. Al-Albani menjelaskan yang menunjukkan bahwa riwayat tersebut maudhu' adalah bahwa menjauhi dan menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW adalah dosa besar. "Kalau tidak, termasuk kafir," katanya. 


Dengan demikian, berarti makna hadis tersebut siapa saja yang dengan sengaja meninggalkan atau tidak pergi berziarah ke makam Rasulullah SAW, berarti telah melakukan perbuatan dosa besar. 

Itu berarti pula ziarah adalah wajib seperti ibadah haji.

 "Barangkali tidak seorang pun kaum mukmin yang berpendapat demikian. 

Sekalipun ziarah ke makam Rasulullah suatu amalan yang baik, hal itu tidak lebih dari amalan yang mustahab," ujarnya Menurut Al-Albani inilah pendapat jumhur ulama. 

"Lalu bagaimana mungkin orang yang meninggalkannya dinyatakan sebagai orang yang menyimpang dan menjauhi Rasulullah SAW?" katanya. 

Baca juga: Kisah Penebar Hadis Palsu di Zaman Imam Ahmad bin Hanbal Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani juga menyebut sebuah hadis palsu yang berbunyi: 

"Barangsiapa menunaikan ibadah haji kemudian menziarahi kuburku sepeninggalku, ia seperti menziarahiku ketika aku masih hidup." "Ini juga hadis maudhu," katanya. 

Ath-Thabrani telah meriwayatkan dalam al-Mu'amul-Kabir II/203 juga ad-Daru Quthni dalam Sunan halaman 279 dan Imam Baihaqi V/246 dan semuanya dari sanad Hafsh bin Sulaiman dari Laits bin Abi Sulaim. 

Menurut al-Albani, sanad ini sangat lemah. Sebabnya: Lemahnya Laits bin Abi Sulaim, karena terbukti mencampur-aduk hadis.

 Hafsh bin Sulaiman yang dinamakan juga al-Gadhri sangat lemah seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib, bahkan Ibnu Muin menyatakan sebagai pendusta dan pemalsu hadis. 

Baca juga: 3 Hadis Dhaif tentang Negeri Syam dan Perempuan Cantik Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa seluruh hadis yang berkenaan dengan ziarah ke makam Rasulullah sangat lemah sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.

 Karena itu, tidak ada satu pun pakar hadis yang meriwayatkannya.

 Lebih jauh Ibnu Taimi'yah mengatakan bahwa kebohongan hadis ini sangat jelas. 

Sebab, siapa saja yang menziarahi Rasulullah SAW semasa hidupnya dan dia seorang mukmin, berarti ia sahabat beliau.

 Apalagi bila ia termasuk orang yang hijrah bersama beliau atau berjihad bersamanya. 

Maka telah dinyatakan oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: "Janganlah kalian mencaci maki sahabat-sahabatku.

 Demi Zat yang aku ada di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian ada yang membelanjakan hartanya berupa emas sebesar Gunung Uhud, itu tidak akan mencapai secupak jasa-jasa mereka atau bahkan separonya." Jadi, siapa pun orangnya setelah generasi sahabat tidaklah dapat menandingi apalagi melebihi derajat keutamaan sahabat, terutama dalam menjalankan ibadah yang bersifat wajib.

 halaman ke-1 1 2 


 اَلَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَهُمۡ بِالَّيۡلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمۡ اَجۡرُهُمۡ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ‌ۚ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُوۡنَ

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. 

Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

(QS. Al-Baqarah Ayat 274) Topik Terkait : hadis dhaif hadis palsu ilmu hadis haji ziarah kubur nabi Terkait Sejarah Berdirinya Organisasi Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia Keutamaan Membaca Hadis, Salah Satunya Dielokkan Wajahnya Bolehkah Lempar Jumrah dengan Batu Bekas Lontaran Orang Lain? Hadis Tak Ada Sumbernya, Anak Adalah Rahasia Ayahnya Waktu dan Cara Lempar Jumrah, Jika Salah Melontar Tidak Sah Explore Syawal Menjadi Penyempurna Amalan Ibadah Bulan Ramadhan Idul Fitri, Waktunya Manusia Kembali kepada Fitrah Marhaban Yaa Ramadhan: 

Pintu Langit Dibuka, Amal Dilipatgandakan

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Tahap Perjalanan Hidup Setelah Mati, Sejak Malam Pertama di Alam Kubur hingga Lewati Ini

Bandung -  Kematian  bukan menjadi akhir dari segalanya. Sejatinya kematian adalah awal dari mulainya episode di dalam kehidupan. Bukanlah menjadi kemusnahan melainkan suatu pembaharuan serta perpindahan awal hidup sebenarnya. Kehidupan setelah mati menurut Islam, mati merupakan sesuatu yang pasti untuk setiap makhluk yang bernyawa,seperti itulah firman Allah. Kehidupan yang dijalani di dunia ini hanyalah sebuah permainan dan tempat singgah untuk sementara saja. Dalam dunia Islam, kita mempercayai adanya kehidupan setelah mati. Nah, Akan mengulas bagaimana kehidupan setelah mati. Dilansir dari kitab aqidah ialam   berikut  8 tahap kehidupan setelah mati menurut Islam: 1. Alam Barzakh (Alam Kubur) Kehidupan setelah mati menurut islam yang pertama adalah alam kubur. Alam kubur merupakan tempat persinggahan pertama setelah mati. YD1JNI

Bagaimanakah Kita Menyikapi Tahun Baru Masehi?

Bagaimanakah Kita Menyikapi Tahun Baru Masehi? Redaksi Muslimah.Or.Id  December , 2018  Diantara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan dan sudah mulai  ngetrend  di beberapa tempat diadakan dzikir berjama’ah menyongsong tahun baru.  Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru? Bolehkah Merayakannya? Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at.  Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim. Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah  Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi  Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan

DO'A KHATAM AL-QUR'AN.

أَللّٰهُمَّ ارْحَمْنِي بِالْقُرْآنِ, وَاجْعَلْهُ لِي إِمَاماً, وَنُوْراً, وَهُدًى وَرَحْمَةً, أَللّٰهُمَّ ذَكِّرْنِي مِنْهُ مَا نَسِيْتُ, وَعَلِّمْنِي مِنْهُ مَا جَهِلْتُ, وَارْزُقْنِي تِلَاوَتَهُ آناَءَ اللَّيْلِ, وَأَطْرَفَ النَّهَارِ , وَاجْعَلْهُ لِي حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ "Allaahummarhamni bil quran. Waj'alhu lii imaama wa nuran wa hudan wa rohman. Allaahumma dzakkirnii minhu maa nasiitu wa 'allimnii minhu maa jahiltu warzuqnii tilawatahu aaa-allaili wa'atrofannahaar waj'alhu lii hujatan yaa rabbal 'aalamin." Artinya: Ya Allah, rahmatilah aku dengan Alquran. Jadikan lah ia sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk, dan rahmat bagiku. Ya Allah, ingatkan aku atas apa yang terlupakan darinya. Ajarilah aku atas apa yang belum tahu darinya. Berikanlah aku kemampuan membacanya sepanjang malam dan ujung siang. Jadikanlah ia sebagai pembelaku, wahai Tuhan Semesta Alam.